Widget HTML #1

Pengertian Arja Teater Tradisional Bali

Pengertian Arja Teater Tradisional Bali. Arja diduga berkembang sejak sekitar tahun 1814, yaitu pada pemerintahan I Dewa Gde Sakti di Puri Klungkung, saat diadakannya upacara Pelebon yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Karangasem. Upacara Pelebon besar-besaran ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk raja-raja seluruh Bali. Pada saat itu atas prakarsa I Dewa Agung Mangis asal Gianyar dan Dewa Agung Jambe digelarkan untuk pertama kalinya Arja. Ketika itu Arja dikenal dengan nama Dadap dan lakon yang dipertunjukkan adalah Limbur. Dadap adalah nama sejenis pohon dan juga berarti perisai. Pohon Dadap adalah kayu sakti, sebagai lambang pembersihan atau alat penyucian yang harus ada dalam setiap upacara di Bali.

Waktu itu Arja digelar dengan tata cara wayang lemah untuk upacara pelebon, dengan memakai dahan dadap sebagai tiang kelir. Sejalan dengan wayang lemah maka tokoh-tokoh Arja pun dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan yang baik dan yang buruk. Tembang Arja adalah tembang Lelawasan, sejenis kidung atau tembang Gambuh. Arja tidak menggunakan gamelan dan semua tokoh diperankan oleh pria, sehingga di Singaraja dan Gianyar disebut Arya Doyong. Menurut mereka yang mengetahui, sejak itu Arja menyebar ke seluruh Bali. Menjelang berakhirnya abad XX munculah Arja dimana keseluruhan pemainnya adalah laki - laki yang sering di sebut dengan Arja Muani ( arja laki - laki ) yang di sambut dengan antusias oleh masyarakat.

Definisi Arja

Arja adalah merupakan seni teater yang bersifat kearakyatan dan sangat kompleks karena merupakan perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang hidup di Bali, seperti seni tari, seni drama, seni vokal, seni instrumentalia, puisi, seni peran, seni pantomim, seni busana, seni rupa dan sebagainya. Semua jenis seni yang bersatu dalam Arja dapat saling menyatu dan padu, sehingga satu sama lain tidak saling merugikan.

Perpaduan ini amat menyatu dan padu, seperti halnya seni suara yang bertangga nada slendro/pelog menjadi tembang yang sangat merdu dan menarik, sedangkan sebagai pendukung dan penagasan ceritera dilakukan melalui monolog dan dialog. Sesungguhnya Arja adalah perpaduan antara dua pendukung teater, yaitu gagasan yang datang dari para pendukung (pemain) dan penonton.

Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat (Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian (tembang). Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur-unsur tarinya, karena ditekankan pada tembangnya. Tembang (nyanyian) yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus yang disusun dalam tembang macapa.

Nama Arja ini di duga berasal dari bahasa Sansekerta Reja yang mempunyai arti keindahan, Arja adalah jenis opera khas Bali yang merupakan sebuah drama tari yang dialognya ditembangkan secara macapat.

Fase Perkembangan Teater Arja

  1. Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
  2. Arja Gaguntangan (memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang)
  3. Arja Gede (dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang. 

Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut Gaguntangan yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari). Biasanya arja selalu diiringi dengan menggunakan gamelan geguntangan yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.

Unsur-Unsur Teater Arja

Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.

Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.

Menjelang berakhirnya abad XX lahir Arja Muani, pemainnya semua pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat karena, menghadirkan komedi segar.

Fungsi Teater Arja

Menurut fungsinya Arja digolongkan ke dalam kelompok Tari Balih-balihan. Sebagai suatu bentuk teater Arja dipengaruhi oleh Gabuh dan mempunyai uger-uger atau pola yang mencerminkan zaman Puri. Arja menyajikan ceritera kerajaan dan perwatakannya sangat dipengaruhi oleh adanya kasta. Arja berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang berperan serta dalam berbagai upacara keagamaan, kemudian juga berkembang untuk kepentingan amal, hiburan di pasar malam dan kepentingan lainnya. 

Sebagai suatu pertunjukan Arja mempunyai makna juga untuk pendidikan. Biasanya masyarakat sesudah menonton Arja berhari-hari akan menirukan nyanyian dan lelucon yang ditampilkan oleh kelompok yang baru saja mereka lihat. Gerakan-gerakan lucu atau ungkapan tentang kejadian-kejadian yang menggelitik akan mereka ulangi dalam pergaulan sehari-hari. Dengan demikian Arja merupakan suatu medua komunikasi yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan. 

Cerita-Cerita Arja sangat beragam, dari Cerita Panji, Cerita Rakyat, Cerita Mahabarata, Ramayana dan sebagainya berkembang sampai Cerita-Cerita keseharian, semuanya dapat dijala dan dijalin menjadi suatu pertunjukan yang sekaligus seni, yang dapat membuat orang sejenak melupakan segala permasalahan keluarga, pekerjaan dan lainnya yang dialami pada siang hari sebelumnya.

Sumber
http://www.academia.edu/8723815/Teater_Tradisional_Bali