Pengertian Mubahala serta Syaratnya
Pengertian Mubahala serta Syaratnya. Proses peradilan saat ini, tidak lebih dari sebuah permainan kekuasaan belaka. sebab “rekayasa” bisa terjadi kapan saja, mulai dari proses hukum, hingga pengacara, saksi dan hakum dapat bermain sedekian rupa. Karena intinya tidak terlepas dari kebutuhan individu yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu Mungkin perlu adanya proses Hukum yang lebih cepat dan lebih adil, agar langsung dapat menghukum tersangka aslinya, dengan tidak memerlukan banyak perangkat seperti terungkap yang bisa menelan waktu berbulan bulan, bahkan bertahun tahun. Berikut adalah penjelasan seputar pengertian Mubahala serta syarat-syarat Mubahala.
Definisi Mubahala
Mubahalah berasal dari kata bahlah atau buhlah yang bermakna kutukan atau melaknat. Mubahalah menurut istilah adalah dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah supaya Allah melaknat dan membinasakan pihak yang batil atau menyalahi pihak kebenaran.Mubahala, adalah suatu istilah yg dipakai Islam guna memastikan seseorang itu benar benar bersalah. yang di dalam bersumpah itu di hadirkan anak dan isteri dari kedua Pihak yang bersangkutan, lalu di adakan Persumpahan di Dalam mempertahankan keyakinan masing-masing, menilai kebenaran pendirian kedua belah Pihak, kalau ternyata kedua belah Pihak bersikeras, biarlah Allah Ta'ala menurunkan Kutuk Laknatnya kepada barang siapa yang masih saja bertahan pada pendirian yang salah.
Mubahala digunakan Rasulullah sebagai bentuk pertaruhan kebenaran yang sesungguhnya. Tersangka dan keluarganya bisa binasa atas peradilan Tuhan, bila benar benar terbukti bersalah.
Mubahal secara leksikal. Mubahâlah derivatnya dari klausul "bahl" (dengan timbangan ahl) yang bermakna membebaskan, melepaskan ikatan dan belenggu dari sesuatu. Atas dasar ini, tatkala seekor induk hewan dilepaskan untuk menyusui anaknya secara bebas maka ia disebut sebagai "bâhil." "Ibtihâl" dalam doa bermakna bermohon dan melepaskan urusan kepada Tuhan.
Mubahâla secara teknikal. Dari definisi yang secara umum digunakan dari ayat mubahâlah, mubahâlah bermakna saling mengutuk dan melaknat antara dua orang sedemikian sehingga orang-orang yang berdialog tentang satu masalah agama atau mazhab dapat mencapai satu kata sepakat dan bermohon kepada Allah Swt supaya menghukum dan membongkar kedok orang yang berdusta.
Mubahâlah artinya saling melaknat sehingga siapa pun yang berada di atas rel kebatilan mendapatkan murka dari Allah Swt dan orang yang berada di pihak kebenaran akan dikenal. Dengan cara demikian orang-orang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil.
Syarat mubahâlah
Orang yang ingin melakukan mubahâlah seharusnya memperbaiki akhlaknya selama tiga hari sebelumnya. Berpuasa Mandi (ritual) Pergi ke sahara dengan orang yang ingin melakukan mubahâlah dengannya Melakukan mubahâlah pada saat antara waktu subuh (fajar shadiq) hingga menyingsingnya mentari pagi. Masing-masing saling mencengkraman kedua tangan kanannya. Ia memulai dari dirinya dan berkata: Tuhanku! Engkau adalah Tuhan tujuh petala langit dan tujuh petala bumi. Engkau mengetahui segala rahasia wujud, mahapenyayang dan mahapengasih. Sekiranya orang yang menentangku (ini) mengingkari kebenaran dan mengklaim kebatilan maka turunkanlah petaka dan musibah dari langit. Dan jerumuskan ia ke dalam azab yang pedih! Dan setelah itu ia mengulang lagi doa ini dan berkata: Sekiranya orang yang menentangku (ini) mengingkari kebenaran dan mengklaim kebatilan maka turunkanlah petaka dan musibah dari langit. Dan jerumuskan ia ke dalam azab yang pedih.Mubahâlah tidak terkhusus semata pada masa Rasulullah Saw. Orang-orang beriman juga dapat melakukan mubahâlah. Karena itu, tiada halangan bagi orang-orang beriman untuk bermubahâlah dengan siapa saja untuk menetapkan dan membuktikan kebenarannya di hadapan musuh-musuh agama sepanjang memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya. Akan tetapi harus dipahami bahwa syarat-syarat mubahâlah yang diperlukan, keikhlasan dan self-confident (percaya diri) tidak mudah diperoleh oleh setiap orang. Dan orang yang ingin ber-mubahâlah tidak boleh tergesa-gesa untuk menyatakan ingin melakukan mubahâlah karena boleh jadi yang dihasilkan adalah sebaliknya. Dalam pada itu, harus diketahui bahwa mubahâlah terkhusus perbedaan dan perdebatan dalam masalah agama dan mazhab dimana pihak lawan, meski dengan adanya dialog dan diskusi ilmiah, logis dan rasional, namun ia tetap menampik kebenaran dan bersikeras dengan keyakinannya yang batil. Dengan memperhatikan pelbagai penafsiran ayat mubahâlah menjadi jelas bahwa ujung dari mubahâlah Nabi Saw berakhir dengan kedamaian dan ketenteraman.
Sumber
www.alhassanain.com